Kuliah Berbahasa Turki Bermodalkan Percaya Diri

0
5778
Bersama teman-teman seperjuangan CEIT Hacettepe

Memulai perkuliahan dengan bahasa yang baru dipelajari bukanlah hal yang mudah. Bermodalkan tekad belajar yang kuat serta kepercayaan diri, Rani berbagi pahit manisnya berkuliah di Hacettepe University menggunakan Bahasa Turki sebagai pengantar.

***

Sejak SMA, aku sudah bertekad untuk tidak akan sekolah tanpa beasiswa. Tekad ini yang mengantarku untuk mendaftarkan diri dan mencoba peruntungan ke suatu program beasiswa pendidikan S1 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional Turki (MEB; namun sekarang beasiswa tersebut dikelola oleh Turkiye Burslari). Masih jarangnya orang Indonesia yang menjadikan Turki sebagai destinasi belajar pada waktu itu justru membuatku penasaran dan ingin mencoba. Hasil pun diumumkan dan aku dinyatakan lolos. Alhamdulillah…

Petualangan registrasi dengan Bahasa Turki

Singkat kata, aku pun sampai di Turki di pertengahan tahun 2009. Setelah verifikasi data dan melengkapi semua persyaratan dokumen di kantor MEB, aku tidak langsung kuliah. Aku harus mengikuti program persiapan Bahasa Turki untuk orang asing. Program ini menurutku sangat penting karena sebagian besar mata kuliah di institusi-institusi pendidikan di Turki memang menggunakan bahasa pengantar Bahasa Turki. Penggunaan Bahasa Inggris di luar institusi pendidikan pun sangat minim. Jarang sekali kita bisa menemukan Bahasa Inggris di jalan-jalan di Turki, bahkan di ibukotanya, Ankara. Masyarakat Turki dari semua kalangan menggunakan Bahasa Turki di pergaulan sehari-hari. Untungnya waktu SMA, aku sempat belajar Bahasa Turki yang menjadi salah satu mata pelajaran di SMA Semesta, namun memang hanya sebatas percakapan sehari-hari.

Ketika melakukan registrasi ulang, para petugas registrasi beasiswa menggunakan Bahasa Turki. Mereka (sepertinya) mengerti Bahasa Inggris, hanya saja kekeuh, mungkin supaya kami ‘terpaksa’ mau mulai berbahasa Turki. Alhasil, kemanapun aku pergi, kamus saku Bahasa Turki selalu setia menemani (Google Translate belum sepopuler saat ini). Untungnya, orang-orang Turki yang kutemui selalu ramah dan mau berusaha memahami bahasa Turki-ku yang alakadarnya waktu itu, ditambah bumbu-bumbu bahasa tubuh dan sedikit istilah Bahasa Inggris karena di kamus kecil tidak ada padanannya. Aku pun banyak belajar dari interaksi-interaksi minta tolong ini.

Masa-masa indah kursus bahasa

Setelah petualangan seru daftar ulang, aku pun terdaftar di program Bahasa Turki untuk orang asing yang bernama TOMER. TOMER merupakan pusat pendidikan dan penelitian Bahasa Turki untuk orang asing di bawah afiliasi Universitas Ankara. Tidak hanya di Ankara, TOMER tersebar di kota-kota besar di Turki, seperti di Istanbul, Izmir, dan Alanya. Di Ankara sendiri, terdapat beberapa cabang. Aku berkesempatan mengenyam kursus di cabang Kizilay, pusat perekonomian dan keramaian Ankara.

Setelah registrasi di TOMER, aku harus mengikuti placement test untuk menentukan di kelas mana aku memulai kursus. Ada 12 kelas berdasarkan level Bahasa Turki. Dimulai dari level dasar atau Temel Seviye, level intermediate atau Orta Seviye, dan yang level tertinggi adalah Yuksek Seviye. Masing-masing level terbagi menjadi 4 sub-level. Setiap level normalnya diselesaikan dalam waktu satu bulan. Di akhir periode, dilakukan ujian yang akan menentukan apakah kita naik level atau harus mengulang. Ujiannya tidak hanya tertulis, tetapi juga menulis essay, listening, percakapan, serta performa selama di kelas.

Hasil placement test menyatakan aku harus memulai dari kelas Orta-1. Ternyata, aku satu-satunya orang Indonesia di kelas itu. Teman-teman kelasku sungguh beragam. Ada yang berasal dari Asia Timur, Tengah, Selatan, Eropa Timur, dan Afrika. Selain karena asal kami yang berbeda-beda, kelas kami makin seru karena tujuan kami mengikuti kursus TOMER juga berbeda-beda. Ada yang karena sudah bisa dasar bahasa Turki tapi ingin memperbagus saja, ada yang karena di negara asal mereka mengenyam pendidikan sastra Turki, ada juga yang karena tuntutan pekerjaan di Turki, dan sebagainya. Rentang usia kami juga berbeda-beda. Mentor kursus kami sampai kewalahan menghadapi murid-muridnya yang teramat variatif ini. Akan tetapi, kami dan mentor selalu berhasil membuat suasana kelas menjadi tidak membosankan.

Kuliah Berbahasa Turki Bermodalkan Percaya Diri - Sumarsih 1
Bersama teman-teman sekelas kursus bahasa

Masa-masa di TOMER bagiku, menjadi masa-masa tersantai selama aku di Turki. Betapa tidak, kursus di TOMER dimulai pukul 09:00 dan berakhir pukul 13:00. Setelah kelas, aku bebas mengunjungi tempat-tempat yang ingin aku datangi, mengeksplorasi Ankara, mencoba berbagai makanan baru, belanja, hingga mengikuti berbagai festival budaya yang cukup sering diadakan di ibukota. Tentunya, tidak lupa mengerjakan tugas-tugas kursus di malam harinya.

Waktu kursus hanya sebentar, sementara kualifikasi bahasa Turki yang dibutuhkan untuk bertahan di dunia akademis perkuliahan nanti cukup tinggi. Aku sadar, bahwa mungkin kursus tersebut sengaja diprogram sedemikian hingga para siswa mempunyai waktu yang banyak untuk mengaplikasikan apa saja yang telah dipelajari di kursus melalui interaksi-interaksi langsung di lapangan. Menyadari hal ini, aku pun selalu memotivasi diriku sendiri untuk terus aktif menggunakan Bahasa Turki, bahkan dengan sesama orang Indonesia. Setelah 8 bulan kursus, akhirnya aku dinyatakan lolos Yuksek-4. Aku merasa siap untuk memulai perkuliahan.

Jatuh bangun adaptasi perkuliahan

Aku diterima di Universitas Hacettepe, Departemen Computer Education and Instructional Technology (CEIT). Terletak di ibukota Ankara, universitas ini memiliki dua kampus, yaitu Kampus Beytepe dan Kampus Sihhiye. Fakultasku terletak di Kampus Beytepe. Letaknya cukup jauh dari pusat kota (sekitar 20 menit dengan bus/mobil) dan terletak di dataran yang lebih tinggi daripada pusat kota Ankara. Kampus Beytepe sering disebut sebagai tempat turunnya salju pertama di Ankara (setelah Gunung Elma). Jadi, ketika musim dingin tiba, salju di Beytepe sangat tebal, mengasyikkan sekali bagiku, anak tropis yang tidak pernah melihat salju. Di Beytepe inilah, tempatku memulai perjalanan perkuliahanku dengan ‘Bahasa Turki yang sesungguhnya’.

Proses pendaftaran ke universitas kurasa berjalan lebih lancar dibandingkan waktu pendaftaran TOMER dulu. Dengan bekal rasa percaya diri yang cukup tinggi, aku memulai hari pertama kuliah di CEIT yang berada di bawah Fakultas Pendidikan Hacettepe. Kelas pertamaku adalah kelas orientasi bersama dosen pembimbing angkatanku. Dari awal dosen pembimbing bicara, tidak lebih dari setengahnya saja yang aku pahami. Padahal yang beliau bahas baru pengenalan kurikulum saja,  belum masuk ke materi perkuliahan. Aku merasa rasa percaya diriku tadi itu terlalu berlebihan. Tapi syukurlah, setelah perkenalan, dosen pembimbing mengatakan bahwa aku boleh menggunakan bahasa Inggris dengannya ketika aku merasa kesulitan berbahasa Turki.

Hari pertama masuk kuliah identik dengan mencari teman baru. Itu pula yang ada di pikiranku. Aku harus mencari teman baru. Sayangnya, harapanku tidak semulus kenyataan. Entah bagaimana, aku merasa semua orang di kelasku sudah saling mengenal dan langsung bisa akrab satu sama lain. Satu hal baru yang kupelajari, orang-orang Turki bisa dengan mudah dan cepat berkawan. Aku sempat minder dengan keadaan ini. Ditambah lagi, ternyata hanya aku dan seorang Pakistan saja mahasiswa asing di angkatan kami. Tapi orang Pakistan ini begitu lancar berbahasa Turki dengan teman-teman barunya. Aku makin merasa kesepian, hingga akhirnya ada satu gadis Turki ramah yang mengajakku berkenalan.

Awalnya dia tampak segan dan pelan-pelan sekali berbicara denganku menggunakan Bahasa Turki. Aku pun bisa memahami perkataannya dan menjawabnya dengan baik. Mendengar bahasa Turki-ku yang menurutnya ‘sangat tertata dan sopan’ itu, mungkin dia menganggapku sudah sangat fasih berbahasa Turki. Dia pun lalu mempercepat ritme bicaranya dan aku pun mulai tak paham apa yang dia bicarakan. Selanjutnya, gadis itu pun memperkenalkan aku dengan teman-teman yang lain. Mereka mengobrol layaknya teman sudah lama kenal. Aku lebih banyak menjadi pendengar, sambil belajar kosakata baru. Hanya sesekali saja bisa menimpali dengan Bahasa Turki yang masih malu-malu.

Kepercayaan diriku makin goyah ketika aku masuk ke kelas sejarah Turki. Kali ini hampir tidak ada yang aku pahami dari perkataan dosen. Allah nampaknya tidak tega melihatku melongo saja begitu, dikirimkanNya seorang teman bernama Selcen yang datang menghampiriku seusai kelas usai. Dia memberiku rangkuman materi yang tadi disampaikan dan menawariku untuk belajar bersama. Aku sangat berterima kasih dan menerima tawarannya.

Lama-lama terbiasa

Dua bulan pertama terasa berjalan begitu lambat hingga aku sempat putus asa dan ingin cepat pergi dari Turki. Aku merasa tidak akan mampu meneruskan kuliah dengan Bahasa Turki yang selevel ini. Namun, seiring berjalannya waktu dan bertambahnya teman, aku pun mulai merasa terbiasa dengan penggunaan bahasa Turki yang beragam logatnya. Bulan-bulan selanjutnya, aku mulai terbiasa dengan lingkungan kampus, kelas, dan mata kuliah. Teman-teman Turki banyak membantuku ketika ada kosakata yang tidak aku pahami. Sering mereka mengoreksi penggunaan Bahasa Turki-ku dan ini sangat baik untuk perkembangan bahasaku.

Kepercayaan diriku pun mulai tumbuh kembali sehingga aku mulai berani bertanya dan mengutarakan pendapatku di kelas. Awalnya masih takut-takut salah diksi, tetapi lama kelamaan aku mulai cuek dan tidak takut salah lagi. Di luar kelas pun, aku mulai bisa memahami sastra Turki saat pergi menonton konser, film maupun teater berbahasa Turki. Practice makes perfect. Aku setuju sekali, semakin banyak aku menggunakan Bahasa Turki baik di kelas maupun saat mengobrol dengan teman, semakin baik penguasaan Bahasa Turki-ku. Tak terasa, semester pertama yang penuh dengan jungkir balik adaptasi pun berlalu. Di akhir semester, ternyata nilaiku tidak mengecewakan sama sekali. Aku semakin semangat menekuni kuliahku.

Semester kedua dan seterusnya, aku bisa dikategorikan sebagai mahasiswa yang cukup aktif di kelas. Bahkan aku mempunyai kelompok belajar yang cukup solid beranggotakan 4 orang inti, kadang ada tambahan personil juga. Karena kekompakan dan keseriusan kelompok kami dalam mengerjakan tugas-tugas kelompok, kelompok kami menjadi kelompok yang cukup disegani di kelas. Dosen-dosen pun selalu puas dengan hasil kerja kami. Nilai akademis kami selalu meningkat di akhir tiap semester. Aku pun tidak pernah menyangka bisa jadi sekompak ini dengan teman-teman Turki-ku. Performa kami di kelompok ternyata berpengaruh juga terhadap performa kami secara individu.

Dunia perkuliahan dan teman-temanku makin membuatku merasa Turki adalah rumah keduaku. Bahasa Turki juga telah menjadi bahasa kedua yang sangat nyaman aku gunakan. Sampai akhirnya, aku bisa menyelesaikan 4 tahun pendidikan sarjanaku di Hacettepe dengan predikat cum laude dan berhasil menduduki peringkat ketiga di departemen CEIT. Sungguh pencapaian yang hanya bisa jadi angan-angan kalau saja aku berputus asa dengan Bahasa Turki-ku di awal kuliah dan kalau saja tidak ada teman-temanku yang dengan senang hati membantuku. Berawal dari penguasaan bahasa, aku bisa mendapatkan 5 tahun pengalaman tak ternilai harganya, yang pengaruhnya masih terasa sampai di dunia kerja.

***

Sumber foto: koleksi penulis


BAGIKAN
Berita sebelumyaSustainable, Yet Affordable Tourism in Japan
Berita berikutnyaSolo Travel di New Zealand: Amankah?
Sumarsih C. Purbarani, atau biasa disapa Rani, menyelesaikan pendidikan S1 di Hacettepe University, Turki, jurusan Computer Education and Instructional Technology, dan S2 di Universitas Indonesia jurusan Ilmu Komputer. Saat ini Rani bekerja di bidang Artificial Intelligence (AI) di salah satu perusahaan start-up yang bergerak di ranah AI di Jakarta Pusat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here