Kisah Resiliensi dan Adaptasi Fialisa Menjalani Studi Emergency Nursing di Tengah Pandemi Covid-19

0
1715
Fialisa berfoto di Ambulancia 112 SAMU Asturias (Servicio de Asistencia Médica Urgente)
Fialisa berfoto di Ambulancia 112 SAMU Asturias (Servicio de Asistencia Médica Urgente)

Merayakan ulang tahun Indonesia Mengglobal ke-9 yang mengangkat tema #CelebratingResilience, Ivone (Columnist UK & Europe) berkesempatan untuk mendengarkan kisah langsung bagaimana perjuangan dari koleganya, Fialisa Asriwhardani atau akrab disapa Fia, beradaptasi dan her resilience dalam mengatasi tantangan yang dihadapinya.


Melanjutkan studi di luar negeri di tengah masa pandemi Covid-19 ini mungkin merupakan tantangan tersendiri bagi sebagian besar orang. Tidak terkecuali untuk Fialisa, seorang ibu dari satu anak, yang harus merelakan waktu bersama keluarganya tercinta untuk mengemban studi di Europa di program EMJMD Emergency and Critical Care Nursing. Tak hanya terpisahkan jarak dan perbedaan waktu dengan keluarganya, Fialisa juga mengalami tantangan tersendiri dalam menjalani studi lanjut Nursing–nya di tengah pandemi Covid-19 dan perbedaan bahasa.

Tergerak melihat belum adanya Emergency Management System (EMS) yang terpusat di Indonesia

Fialisa (depan kerudung pink) berfoto bersama teman satu programnya, Kampus Keperawatan, University of Oviedo, Asturias, Spain, Juni 2021
Fialisa (depan kerudung pink) berfoto bersama teman satu programnya, Kampus Keperawatan, University of Oviedo, Asturias, Spain, Juni 2021

Keinginan Fia, wanita usia 34 tahun asal Pontianak, untuk melanjutkan studi abroad sudah terbesit di benaknya sejak Ia sedang menjalani masa studi S1-nya di Universitas Binawan, Jakarta di tahun 2004.

Sempat terkubur dengan alasan berkeluarga, mimpi itu kembali muncul sekitar tahun 2017-2018. Saat itu, Fia yang sedang bekerja di Kemenkes, menyadari bahwa Indonesia belum memiliki Emergency Management System (EMS) yang well-established, dan terintegrasi secara nasional. Fia yang sejak awal memiliki passion di topik ini memiliki goal untuk dapat merintis EMS yang terintegrasi seluruh Indonesia dan bercita-cita dapat bertugas di Pusat Krisis Kementerian Kesehatan dan dapat meningkatkan derajat kesehatan di Indonesia.

Setelah mencari program studi lanjut selama 3 tahun terakhir, pilihan Fia akhirnya jatuh pada program EMJMD Emergency and Critical Care Nursing.  Selama program tersebut, Fia akan menjalani studi di 3 negara berbeda yaitu Portugal, Spanyol, dan UK di mana ketiga negara ini memiliki sistem kesehatan terbaik di dunia.

Belajar dari teori, praktik, hingga research

Fialisa (depan kanan bawah) berfoto dengan teman sekelasnya usai dari presentasi terakhir dari mata kuliah Research and Methodology Semester 1 di University of Algarve, Portugal, Desember 2020
Fialisa (depan kanan bawah) berfoto dengan teman sekelasnya usai dari presentasi terakhir dari mata kuliah Research and Methodology Semester 1 di University of Algarve, Portugal, Desember 2020

Program ini dimulai di University of Algarve and the Escola Superior de Enfermagem de Santarem, Portugal. Pada semester 1, course yang diajarkan lebih minitikberatkan ke aspek teoritis dari research, training, workshop, dll.

Semester kedua akan dilakukan di The University of Oviedo, Spanyol di mana siswa berhak untuk memilih fokus di 4 jalur studi tergantung dari minat pribadi. Di semester ini siswa juga akan melakukan magang di Hospital Universitario Central de Asturias (HUCA) selama 3 bulan.

Semester terakhir akan diperuntukkan untuk master thesis, di mana siswa akan melakukan research in academic purposes, dilakukan di Edinburgh Napier University, UK. Lebih lanjut mengenai program ini dapat dibaca di link berikut.

Magang di RS top 5 Spanyol menjadi tantangan tersendiri

Fia yang saat ini baru saja menyelesaikan magang yang ia lakukan di Hospital Universitario Central de Asturias (HUCA), Spanyol menceritakan bagaimana Ia belajar mengenai adaptasi dan resilience di satu bagian terbaik dalam masa studinya ini.

Selama menjalani magang berdurasi 3 bulan ini, Fia mendapatkan kesempatan untuk belajar di 5 unit berbeda, yaitu ICU covid-noncovid, PICU (Pediatric Intensive Critical Unit), NICU (Neonatal Intensive Critical Unit), Ambulance, Emergency Dewasa dan Emergency Pediatric dengan durasi 2-3 minggu per unit. Sehari-hari, Fia memulai aktivitas magangnya dari pukul 8 pagi hingga jam 3 sore, namun kesibukan dan aktivitas sehari-hari sangat berbeda dari satu unit dengan unit lainnya.

Fialisa (jilbab abu abu) berfoto dengan para perawat saat hari terakhir rotasi di PICU (Pediatric Intensive Critical Unit), Hospital Universitario Central de Asturias (HUCA), Spanyol, Juni 2021
Fialisa (jilbab abu abu) berfoto dengan para perawat saat hari terakhir rotasi di PICU (Pediatric Intensive Critical Unit), Hospital Universitario Central de Asturias (HUCA), Spanyol, Juni 2021

“Melakukan magang di tengah kondisi pandemic Covid-19 ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi kami, akan tetapi syukurnya pihak konsorsium sangat concern akan kesehatan dan keselamatan kami, jadi sekitar Februari 2021 sebelum magang dimulai, kami semua sudah mendapatkan dosis lengkap vaksin Covid-19,” imbuh Fia.

Berbagai tantangan Fia hadapi selama magang di RS top 5 Spanyol. Salah satu tantangan terberat adalah perbedaan bahasa mengingat Spanyol bukan merupakan English-speaking country. Dalam kesehariannya, mau tak mau Fia berinteraksi dengan pasien, perawat, dan dokter mostly dalam bahasa Spanyol, di mana Fia baru mendapatkan pembelajaran A1 level Bahasa Spanyol dari konsorsium beberapa bulan sebelum melaksanakan magang.

“Beberapa kali mentor saya sering memberikan instruksi dalam bahasa Spanyol, di awal-awal karena masih penyesuaian kadang saya tidak berani melakukan tindakan terlalu jauh karena menyangkut keselamatan pasien, walaupun secara ilmu dan pengalaman saya mengerti apa yang harus saya lakukan,” jelas Fia. Namun walaupun terkendala bahasa, bersyukurnya baik dari pasien, perawat, apoteker, dan semua pihak yang berinteraksi dengan Fia sangat baik, willing to help, dan tidak pernah mendiskriminasi.

Fia berfoto di pelataran Hospital Universitario Central de Asturias (HUCA) bersama koleganya
Fia berfoto di pelataran Hospital Universitario Central de Asturias (HUCA) bersama koleganya

Tantangan lain yang diadapi Fia adalah perbedaan alat dan teknologi berbasis digital kesehatan yang dipakai di RS tersebut dibandingkan dengan di Indonesia. Walaupun sudah pernah bekerja di RS rujukan nasional di Jakarta selama kurang lebih 10 tahun, diperlukan beberapa waktu untuk Fia beradaptasi dengan alat dan perangkat yang ada di HUCA.

“Jadi beberapa devices yang digunakan di HUCA itu jauh lebih advance dibanding yang saya biasa operasikan di Indonesia. Ketika awal saya memulai magang, walaupun saya mengerti konsepnya, saya tetap meminta bantuan perawat di HUCA untuk mengajari saya bagaimana cara mengoperasikan beberapa alat kesehatan yang tidak ada di Indonesia sebelumnya tersebut,” ingat Fia.

Di luar berbagai tantangan yang terjadi, Fia menjelaskan bahwa ada berbagai hal yang bisa diadaptasi dari Spanyol di Indonesia, salah satunya sistem kesehatan yang terintegrasi. Di Spanyol, rujukan pasien diberikan secara online dan sistemnya terpusat untuk setiap region. Tenaga kesehatan dapat mengakses riwayat perawatan pasien sebelumnya baik itu tindakan, diagnostik, terapi farmakologi, dan dokumentasi lainnya, serta didukung dengan sistem berbasis digital yang sangat menjaga kerahasiaan pasien.

Fialisa (jilbab abu abu) berfoto dengan para perawat saat hari terakhir rotasi di NICU (Neonatal Intensive Critical Unit), Hospital Universitario Central de Asturias (HUCA), Spanyol, April 2021
Fialisa (jilbab abu abu) berfoto dengan para perawat saat hari terakhir rotasi di NICU (Neonatal Intensive Critical Unit), Hospital Universitario Central de Asturias (HUCA), Spanyol, April 2021

Selain itu, paradigma masyarakat akan profesi perawat, dokter, apoteker, dan tenaga medis lain juga sangat baik di Spanyol.

“Di Spanyol, setiap tenaga medis dianggap sama secara professional, dengan tugas dan fungsi (Tupoksi) yang jelas dari satu profesi dengan profesi lainnya sesuai dengan tingkat pendidikan, jadi dalam bekerja sehari-hari mereka sangat profesional dan menghargai satu sama lain. Kondisi ini cukup berbeda dengan Indonesia di mana ada superiority yang melekat dengan salah satu jenis profesi kesehatan tertentu,” imbuh Fia.

Learning resilience through experiences

Salah satu pengalaman paling berkesan dan mengajarkan Fia mengenai apa itu arti resilience didapat saat ia sedang menjalani unit ambulans.

Saat itu, terjadi panggilan darurat dari pasien usia 40 tahun dengan keluhan nyeri dada. Dalam waktu 30 menit ambulans sampai di lokasi yang terletak cukup jauh dari rumah sakit, dan diketahui bahwa pasien mengalami STEMI atau salah satu jenis serangan jantung di mana pembuluh arteri utama di jantung mengalami penyumbatan.

Fia (kiri) berfoto bersama Team Medis (Perawat dan Dokter) di saat menjalani rotasi di unit Ambulance112 SAMU Asturias (Servicio de Asistencia Médica Urgente)
Fia (kiri) berfoto bersama Team Medis (Perawat dan Dokter) di saat menjalani rotasi di unit Ambulance112 SAMU Asturias (Servicio de Asistencia Médica Urgente)

“Jadi ketika kami sampai, pasien tersebut sudah sampai menangis dan memohon “please save me, I don’t want to die” dalam bahasa Spanyol kepada kami,” tutur Fia. Tegang dan kaget melihat kondisi pasien, Fia dan timnya tetap berusaha sebaik mungkin untuk menolong dan mengevakuasi pasien ke RS terdekat. Namun saat dievakuasi, pasien tersebut mengalami kejang dan serangan jantung tepat di depan ambulans. Tim segera bergerak melakukan pijat jantung, injeksi obat-obatan, pasang ventilator, dll. Tindakan selama 45 menit, dengan kegigihan dan kerja sama tim, nyawa pasien tersebut dapat terselamatkan, berhasil dievakuasi ke RS, dan sembuh.

Sebuah kesan dari pengalaman tersebut adalah bagaimana sistem kesehatan di Spanyol terintegrasi dengan baik hingga bisa menyelamatkan setiap nyawa yang sedang dalam keadaan darurat. Kegigihan dan resilience juga menjadi kunci penting untuk menghadapi dan mengatasi kejadian traumatis atau tragedi yang terjadi.

———–

Artikel ini ditulis oleh Ivone Marselina Nugraha, Columnist IM Europe & UK dan merupakan hasil wawancara dengan Fialisa Asriwhardani dengan profil:

Fia berfoto di depan Gedung Parliament Budapest, Budapest Hungaria saat menghabiskan waktu liburan musim panas 2021
Fia berfoto di depan Gedung Parliament Budapest, Budapest Hungaria saat menghabiskan waktu liburan musim panas 2021

Fialisa Asriwhardani adalah penerima Beasiswa Erasmus Mundus Joint Master Degree di program Emergency and Critical Care Nursing tahun 2020-2022. Saat ini ia sedang melanjutkan pendidikan Master in Science Nursing di empat universitas di Eropa (University of Oviedo Spanyol, Edinburgh Napier University UK, University of Algarve Portugal dan IPSantarem Portugal) dan akan menyelesaikan studinya pada tahun 2022. Adapun peminatan spesialisasinya adalah Keperawatan Kegawatdaruratan Pediatrik sesuai dengan pengalaman klinisnya.

Setelah menyelesaikan pendidikan strata 1 (Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners) di Universitas Binawan, Jakarta pada tahun 2009, Ia bekerja di Rumah Sakit di Jakarta. Pada tahun 2012, Ia lulus menjadi ASN di Kementerian Kesehatan dan ditugaskan sebagai Perawat Klinis di RSUP Fatmawati, Jakarta Selatan. Dan sejak pertengahan 2018, dia pindah tugas di kampung halamannya, Pontianak, Kalimantan Barat sebagai Tenaga Kependidikan di Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Pontianak. Saat mempunyai waktu luang, Ia senang menghabiskan waktu dengan travelling bersama anak semata wayangnya.

———–

Seluruh foto disediakan oleh narasumber.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here