Lombok, Belfast, dan Melbourne: Daya Tahan Mengejar Impian

0
3533
Penulis, Zainul Yasni, M.Sc.

Kuliah di luar negeri dengan beasiswa penuh merupakan impian banyak orang. Banyak orang rela untuk berjuang dan bertahan dengan sekuat tenaga untuk mencapai impian tersebut. Pada artikel ini, kontributor Zainul Yasni akan membagikan kisah perjuangannya untuk mengejar impian kuliah S2 dan S3 di luar negeri dengan beasiswa penuh. Berikut kisahnya

***

Pertengahan tahun 2013, saya baru diwisuda S1 di Sekolah Tinggi Keguruan swasta di daerah, di pulau Lombok NTB. Waktu itu, saya dihadapkan dengan beberapa pilihan. Antara lamar kerja, menikah, atau lanjut kuliah?

Mau melamar kerja? Bermodalkan ijazah S1 keguruan, pikirku waktu itu paling mentok bisa jadi guru honorer di sekolah-sekolah di kampungku seperti halnya para pendahuluku. Mau menikah? Rasa-rasanya cukup berat karena belum ada penghasilan yang tetap. Parahnya lagi, calonnya juga keburu mutusin duluan sejak sekripsian. Mau lanjut kuliah? Pengen banget sih, tapi gak mau lagi repotin orang tua dengan biaya kuliah. Udah cukup ngerepotinnya ketika S1 saja.

So What?

Dilema sekali waktu itu, galau betul. Minta uang jajan udah malu banget sama orang tua. Mungkin ini menjadi titik ‘quarter life crisis’ saya sebagai anak usia 20an tahun. Saya akhirnya ngebayangin untuk dalam waktu dekat ini, bagaimana caranya bisa lanjut kuliah dulu, tapi gratis dan malah dikasih uang jajan.

Ya satu-satunya jalan adalah lewat jalur Beasiswa.

Foto penulis ketika wisuda di Queen's University Belfast pada tahun 2016
Foto penulis ketika wisuda di Queen’s University Belfast pada tahun 2016

But How?

Saya coba browsing di google melalui warnet samping kampusku. Selain itu, saya rajin hadir di expo pameran beasiswa. Cari tahu peluang beasiswa apa saja yang ada tahun itu. Semua informasi beasiswa yang saya temukan, saya catat lengkap dengan semua persyaratannya serta masa penutupan pendaftarannya. Saya checklist persyaratan apa yang bisa penuhi, dan syarat mana yang belum bisa saya penuhi. Lalu, saya kasih catatan atau keterangan bagaimana cara memenuhinya.

It’s not that easy. Satu tahun saya berjuang keras, mendaftar dari semua peluang beasiswa yang terbuka. Gagal terus, ditolak terus. Saya stress dan tertekan sekali. Kala itu kebetulan sedang merantau ke Jawa Timur sambil belajar Bahasa Inggris di Kampung Inggris, Pare, Kediri. Malu dan dilema sekali. Balik kampung sudah tak mungkin lagi. Sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang.

Tiap malam saya tidur di masjid samping kursusan. Menangis, memohon, dan berdoa sama Tuhan. Saya sudah berusaha semampuku. Mencoba yang kubisa, bekerjakeras, berusaha keras, belajar dengan keras, dan berdoa lebih keras. Selanjutnya tinggal bertahan. Sekuat apa bisa bertahan pada impian. Impian yang entah kapan jadi kenyataan dan bagaimana bisa terwujud. Bermimpi itu memang mudah, tapi bertahan pada impian itu yang sulit. Gak gampang memang. Butuh keyakinan dan kesabaran.

Menyerah? Sepertinya tanggung banget. Sudah ditengah jalan. Sayang kalau pulang di tengah perjuangan. Tak ada pilihan lain. Bangkit, mencoba dan berusaha lebih keras. Mendaftar lagi ke beberapa beasiswa yang sedang terbuka.

Long story short, pertengahan tahun 2014, Tuhan akhirnya memberikan hadiah-Nya. Membayar semua usaha dan kerjakeras yang pernah ada. Saya berhasil mendapatkan Beasiswa S2 Luar Negeri dari LPDP RI. Berangkat studi tahun 2015 dan setahun selesai studi S2 tahun 2016. Saya mengambil jurusan Educational Leadership di Queen’s University Belfast, United Kingdom (UK).

Foto penulis di depan kampus Monash University pada tahun 2019
Foto penulis di depan kampus Monash University pada tahun 2019

So what’s next?

Kerja? Awal tahun 2017, saya direkrut kerja sebagai seorang Dosen Tetap di Universitas Hamzanwadi, kampus swasta terbesar dan terbaik di Nusa Tenggara Barat. Menikah? Awal tahun 2018, saya akhirnya melamar Raania Amaani, seorang mahasiswi Kedokteran Universitas Indonesia di Jakarta. Ia adalah wanita terbaik pilihan Tuhan. Lanjut kuliah lagi? Boleh juga, setidaknya saya sudah sedikit tau cara mengejar beasiswa. Tahun 2019 ini, alhamdulillah saya kembali dianugerahkan hadiah oleh Tuhan, lanjut kuliah S3 dengan beasiswa penuh di salah satu kampus terbaik di Australia, Monash University. Saya meneliti bidang yang sama dengan studi saya sebelumnya tentang Educational Leadership.

Kegalauan, dilema, dan tangisan yang dulu ada, alhamdulillah kini berganti menjadi senyuman bahagia. Terbalas dengan hasil yang melebihi harapan. Ternyata, semua hanya tentang sekuat apa kita bertahan dari keadaan. Selanjutnya urusan Tuhan yang akan menganugerahkan. Ikhlas menjalani prosesnya, lalu pasrahkan. Saya tau, tiap-tiap kita memiliki nasib dan takdir yang berbeda-beda, dan tidak perlu dibanding-bandingkan. Tapi, saya meyakini bahwa apapun yang sedang kita usahakan, akan kita petik hasilnya selama kita bertahan untuk memperjuangkannya. Enggak gampang menyerah. Karena, kesuksesan itu tidak selamanya tentang kehebatan, kelebihan-kelebihan diri, tapi juga tentang kekuatan bertahan di atas panggung perjuangan impian. Cepat atau lambat, kita pasti sampai pada titik tujuan. Tak peduli seberapa kali kita terjatuh dan gagal, teruslah bangkit lagi. Tak peduli seberapa banyak pintu kesempatan yang tertutup, teruslah untuk mengetuk kembali. Dan yakinlah ketika satu pintu telah terbuka, insyaAllah, pintu-pintu lain akan dibukakan juga. Lalu, nikmat Tuhan yang mana lagi yang hendak kau dustakan? Alhamdulillah!

***

Sumber Foto: Zainul Yasni, M.Sc.


LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here