Di balik sebuah kata “global”

0
1749

Indonesia Mengglobal. Bagi saya pribadi, penggabungan dua kata ini memiliki makna yang cukup mendalam, lebih dari sekedar para pemuda pemudi Indonesia yang belajar ke luar negeri. Saya yakin tim pemrakarsa IM pasti mempunyai pandangan tersendiri dan telah mempertimbangkan banyak hal ketika memilih dan memutuskan untuk menggunakan kosa kata tersebut. Pada kesempatan ini, saya ingin mengajak kita semua bersama-sama untuk mencoba memaknai kata “global”.

Apakah hanya sekedar ke luar negeri?

Banyak negara di luar Indonesia yang menjadi incaran pelajar di Indonesia yang ingin menimba ilmu di luar negeri. Setiap orang memiliki ketertarikan pribadi terhadap negara-negara tertentu. Bagi sebagian dari kita, Amerika, dengan universitas ternama seperti MIT, Stanford, Purdue, dll. merupakan tempat tujuan yang sangatlah pantas menjadi tempat belajar. Bagi sebagian yang lain, Jepang misalnya, merupakan tanah impian bagi yang menggemari budaya unik Jepang. Bagi sebagian lain lagi, negara-negara Eropa bisa menjadi sasaran kita semua yang senang berkeliling antar negara yang saling berbatasan satu sama lain. Semuanya baik, dan punya manis pahitnya tersendiri.

Mengenai hal ini, dengan tidak bermaksud menganggap preferensi negara tidak ada gunanya, saya ingin mengajak kita semua untuk sedikit berkontemplasi. Seberapa pentingkah tempat tujuan? Apakah tempat yang satu lebih baik daripada tempat yang lain? Setelah beberapa tahun tinggal di luar negeri, kontemplasi saya sampai pada titik di mana sebetulnya tempat tujuan tidaklah begitu penting di hadapan sebuah kata “global”. Memang betul bahwa terdapat banyak sekali perbedaan pola hidup pada berbagai tempat, apalagi Amerika dengan Asia. Akan tetapi sebetulnya banyak sekali hal-hal mendasar yang akan sama-sama dirasakan oleh pelajar di negara satu dengan lainnya. Perjalanan saya selama ini telah membawa saya pada satu kesadaran, bahwa “global” bukan berarti “pergi ke luar negeri”, namun “keluar dari tempurung“.

Kesempatan keluar dari tempurung

Tentunya peribahasa “Seperti katak dalam tempurung” sudahlah kita ketahui sejak dulu. Bagaikan katak di kolam yang belum pernah melihat laut, kita semua pun adalah katak di dalam kolam yang bernama Indonesia. Kita boleh saja merasa hebat dan tak terkalahkan di Indonesia, namun tidaklah sama halnya ketika mulai melangkahkan kaki keluar dari tanah air. Akan ada banyak sekali hal yang akan menantang kita dan pastinya membuat kita takut untuk pertama kalinya. Semua ini wajar, karena kita akan selalu tidak siap dengan hal-hal yang baru.

Dan seperti yang telah saya sebutkan di atas, terlepas dari negara yang kita kunjungi, inti dari perjalanan kita adalah keluar melihat dunia baru di luar Indonesia. Banyak sekali hal-hal umum yang sebetulnya kita rasakan dan lakukan di manapun kita berada. Kita akan belajar hal baru di tempat yang baru, seperti peraturan dan norma masyarakat lokal, pertemuan dengan berbagai macam budaya, dan lain-lain. Kita mau tidak mau (terlepas seberapa parahnya) akan mengalami culture shock dan masa homesickness sebelum perlahan-lahan bangkit dan belajar beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

Kita akan keluar dari zona nyaman, yaitu Indonesia, dengan kenyamanan mobil ataupun motor pribadi, penggunaan Bahasa Indonesia setiap hari, kemudahan akses terhadap barang bajakan yang kita cintai, dan banyak lagi yang tidak perlu saya sebutkan. Yang menjadi poin di sini ialah kita akan kehilangan semua rutinitas kita yang sudah nyaman, dalam rangka memulai pergaulan baru di lingkungan yang baru dengan teman-teman dan budaya baru. Ini semua sama sekali tidak ada hubungannya dengan tempat tujuan. Yang pasti adalah kita akan membuka mata dan memperluas wawasan kita, bahkan tidak jarang menggeser pandangan maupun paradigma kita tentang berbagai hal.

Belajar sebagai pintu peluang

Oleh karena itu, apakah saya bisa mengatakan belajar itu sebagai pintu? Bagi saya keberhasilan kita sampai ke luar negeri bukanlah merupakan sebuah hasil, namun awal dari fasa hidup kita yang baru. Ada dua poin yang perlu ditekankan di sini, fasa hidup baru dan sebuah awal. Mengapa fasa hidup yang baru? Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, akan banyak sekali hal yang berubah pada diri kita di luar negeri. Dengan mempelajari bahasa baru juga, gaya bicara dan juga kepribadian kita akan sangat mungkin berubah dan turut berkontribusi terhadap keputusan hidup kita di masa depan. Tidak sedikit dari teman-teman saya yang mengubah arah hidupnya sejak mereka pergi “mengglobal”. Mengapa awal? Tentunya kita semua mengerti bahwa justru banyak sekali tantangan yang harus kita hadapi selama masa studi di luar negeri baik dari segi akademik maupun kehidupan sehari-hari. Untuk apa semua perjuangan kita itu? Semuanya niscaya adalah persiapan dan pintu untuk kita menuju ke jenjang hidup selanjutnya.

Lalu apa yang menunggu kita? Pada jenjang hidup selanjutnya, akan banyak sekali pilihan yang bisa kita ambil. Pengalaman kita di luar negeri tidaklah selalu memberikan jaminan akan masa depan yang lebih baik, tapi wawasan luas dan pergeseran pandangan kita selama ini akan membantu kita menentukan pilihan. Entah kita hendak melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi (Sarjana lanjut ataupun kedepannya) , entah kita hendak mengadu nasib di negeri orang ataupun kembali ke tanah air, percayalah bahwa keberanian kita untuk keluar dari tempurung selama ini akan membuka berbagai macam peluang. Tentu saja mereka yang tidak pernah studi di luar negeri tetap bisa mendapatkan peluang yang sama seperti kita, tapi kita telah dipersiapkan terlebih dahulu.

Dan ingat bahwa satu poin penting yang ingin saya tekankan di sini adalah kemandirian. Kita semua membutuhkan bantuan ketika pertama kali mengajukan aplikasi maupun saat menjalani studi di luar negeri. Tapi dengan keluarnya kita dari tempurung, kita akan menjadi pribadi yang mandiri, yang bisa berjuang ketika harus kembali keluar dari zona nyaman kita sekarang. Zona nyaman tidaklah hanya berarti Indonesia, dan hidup itu berarti kita akan selalu keluar masuk zona nyaman (mungkin lebih bisa dimengerti dengan life’s ups and downs). Pada jenjang selanjutnya kita akan bisa bertumpu pada kekuatan sendiri, bahkan menjadi mentor dan membantu teman-teman kita.

Kunci untuk membuka potensi Indonesia

Setelah kita lulus, baik kembali ke tanah air ataupun menetap di negara lain, pintu peluang kita selamanya tidak akan pernah hilang. Sekali kita melangkahkan kaki ke luar Indonesia, sampai kapanpun kita tidak akan bisa melepas sisi “global” dari diri kita. Semasa studi maupun setelah studi, di Indonesia ataupun di negara lain, kita akan terus menjadi delegasi Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung, di hadapan koneksi-koneksi yang telah kita jaring. Kepergian kita ke luar negeri merupakan pintu, dan kita akan selalu menjadi kunci pintu bagi massa internasional untuk “mengintip” Indonesia, juga kunci pintu bagi Indonesia untuk melihat dunia luar. Dan akhirnya, kita akan bisa menjembatani Indonesia untuk berhubungan dengan masyarakat global.

“Indonesia Mengglobal”

Sebagai penutup, saya ingin kembali mengajak kita bersama-sama mendalami dua kata di atas. “Indonesia Mengglobal” janganlah kita artikan semata-mata sebagai unjuk diri kalau orang Indonesia bisa menimba ilmu ke luar negeri, jangan pulalah kita gunakan sebagai sarana pamer diri atas keberhasilan kita di luar negeri. Apabila begitu yang terjadi, kita telah menyia-nyiakan kesempatan yang telah kita dapatkan untuk mengembangkan potensi diri. Saya percaya bahwa “Indonesia Mengglobal” mengandung pesan mendalam bahwa Indonesia mampu berinteraksi di kancah internasional dengan tetap membawa kebanggaan terhadap tanah air.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here