Mengejar Mimpi Menjadi Peneliti: Cerita dari Negeri Kiwi

0
3257
Joanna saat mempresentasikan poster penelitian tahun pertamanya di Food Structure, Digestion, and Health Conference 2019, Rotorua, NZ. Sumber: Dokumentasi pribadi
Joanna saat mempresentasikan poster penelitian tahun pertamanya di Food Structure, Digestion, and Health Conference 2019, Rotorua, NZ. Sumber: Dokumentasi pribadi

Dua kali melanjutkan studi pascasarjana negeri Kiwi, banyak hal yang Joanna Nadia (PhD Candidate in Food Science & Technology di Massey University, Selandia Baru) pelajari dalam upayanya untuk memperbesar kapasitas sebagai peneliti terkemuka di bidang pangan di masa depan. Berikut adalah lessons learned dari pendidikan doktoral yang sudah Joanna tempuh selama 2.5 tahun ini.

***

Finding a doctoral degree scholarship: be prepared for plot twist(s)!

Awal 2018, saya mendaftar untuk posisi S3 di beberapa universitas di USA, termasuk UC Davis. Saya diterima di UC Davis, dan ada profesor yang bersedia menjadi pembimbing saya setelah beberapa korespondensi dan wawancara. Tapi, saat itu sedang tidak ada beasiswa tersedia di sana. Tiga bulan kemudian, beliau memberi kabar bahwa saya bisa melanjutkan S3 di bawah bimbingan beliau dengan beasiswa dari The Riddet Institute dan studinya dilaksanakan di Massey University. Ada keuntungan tersendiri dengan skema ini, yaitu masa studi lebih singkat (3 – 3.5 tahun vs. minimal 5 tahun di USA), tidak ada kelas yang harus diambil (full time research), dan lebih banyak kesempatan kolaborasi dengan peneliti di NZ dan UC Davis.

Kesempatan tidak datang dua kali. Saya terima tawaran tersebut, dan Agustus 2018 saya memulai studi S3 di Massey University, dibimbing oleh 2 orang profesor di UC Davis dan 2 orang profesor di Massey University. What a plot twist! Sometimes life does not go as what we plan, but surely when one door closes, another door of opportunity opens. It takes courage to take risk to be able to enter that open door, and I took that risk. American dream saya menjelma menjadi New Zealand reality, tapi keputusan ini tidak sedikitpun saya sesali karena jaringan saya menjadi lebih luas – di UC Davis dan The Riddet Institute.

Memilih kampus untuk studi lanjut: ranking is not everything!

Massey University memang tidak sepopuler kampus top dunia lainnya, selain karena lokasinya jauh di NZ (NZ is not a part of Australia, FYI), ranking keseluruhannya pun tidak terlalu tinggi. Meskipun demikian, Massey University unggul secara internasional di beberapa bidang, seperti agriculture, veterinary science, social science, dan food science and technology.

Berpose di depan Te Ohu Rangahau Kai, joint food research facility terbesar di NZ yang terletak di Massey University, Palmerston North. Sumber: Dokumentasi pribadi
Berpose di depan Te Ohu Rangahau Kai, joint food research facility terbesar di NZ yang terletak di Massey University, Palmerston North. Sumber: Dokumentasi pribadi

Jujur, saya sempat membandingkan kampus ini dengan kampus-kampus top lain. Namun setelah mengerjakan riset dan merasakan fasilitas-fasilitas penelitian pangan di Massey University, perspektif saya berubah. Ada tiga lokasi kampus Massey University di NZ (Auckland, Wellington, Palmerston North), dan kampus saya terletak di Palmerston North (Palmy). Massey University “Palmy” memiliki fasilitas skala pilot untuk penelitian dan pengembangan produk pangan (FoodPILOT) terlengkap di southern hemisphere, berbagai lab yang cukup lengkap, dan fasilitas untuk animal trial. Selain itu, kampus ini juga menjadi lokasi bagi joint food science research facility terbesar di NZ, yang di dalamnya termasuk The Riddet Institute.

Massey University tidak hanya menjadi host bagi research centres di bidang pangan, tapi juga bidang lainnya. Di kampus ini juga tersedia veterinary teaching hospital yang merupakan fasilitas kedokteran hewan paling komprehensif di NZ, dan banyak lahan peternakan dan perkebunan penelitian. Dari sini saya melihat, bahwa untuk postgraduate studies, kriteria menentukan kampus tujuan sebaiknya tidak sekadar dari ranking internasionalnya (meskipun memang itu bisa jadi salah satu referensi), tapi lebih dari kualitas fasilitas penelitian dan riset di dalamnya. Terkhusus S3, yang terpenting adalah mencari pembimbing yang bidangnya sesuai dengan minat penelitian kita, bukan hanya kampusnya.

Salah satu jalur pejalan kaki pesepeda dari pusat kota Palmy menuju ke Massey University. Sumber: Dokumentasi pribadi
Salah satu jalur pejalan kaki pesepeda dari pusat kota Palmy menuju ke Massey University. Sumber: Dokumentasi pribadi

Secara lokasi kampus, Palmy merupakan kota yang tepat untuk pelajar, khususnya pelajar S3 yang butuh konsentrasi tinggi. Kotanya cukup sepi (luas 395 km2 dengan sekitar 88.000 penduduk), bahkan jumlah sapi atau dombanya lebih banyak dari jumlah penduduknya! Kotanya tergolong pedestrian and cyclist friendly, sehingga berjalan kaki atau bersepeda ke kampus (sekitar 5 km) menjadi salah satu refreshing activity saya di sela-sela kesibukan S3. Saat tidak ingin jalan kaki atau bersepeda, saya naik bus, yang biayanya gratis untuk mahasiswa Massey University. Lesson learned dari pengalaman ini adalah lokasi dan situasi sekitar kampus patut dipertimbangkan ketika memilih kampus S3.

Postgraduate (especially PhD) study: make sure you are passionate about it & your growth is your responsibility

Joanna dan sepedanya di depan student office building The Riddet Institute. Sumber: Dokumentasi pribadi
Joanna dan sepedanya di depan student office building The Riddet Institute. Sumber: Dokumentasi pribadi

The Riddet Institute adalah pusat nasional penelitian pangan NZ, dengan fokus di bidang food structure, gastrointestinal interaction, metabolism and nutrition, dan structuring foods for optimal functionality and health.6 Penelitian saya tercakup di bidang gastrointestinal interaction, di mana saya menerapkan pendekatan in vivo (menggunakan large animal model) dan in vitro (menggunakan eksperimen di lab) untuk memahami mekanisme pencernaan makanan berbasis pati/starch dalam lambung dan efeknya pada perubahan level gula darah. Bidang ini sangat berbeda dengan S1 dan S2 saya, sehingga proses belajar hal baru – fisiologi pencernaan, starch chemistry, nutrisi, metode eksperimen – merupakan tantangan besar, apalagi dengan skema S3 di sini yang tanpa kelas kuliah. Hingga saat ini, tidak jarang saya bekerja di lab atau membaca artikel ilmiah sampai larut malam dan saat akhir pekan. Tapi demand-nya paling terasa menjelang confirmation seminar.

Mahasiswa S3 di Massey University diberikan provisional year untuk mengeksplorasi topik dan merancang penelitian S3-nya. Di akhir tahun pertama, mahasiswa S3 mempresentasikan provisional year progress-nya secara terbuka di confirmation seminar, dilanjutkan dengan ujian tertutup untuk menentukan kelayakan mahasiswa tersebut untuk melanjutkan S3-nya. Regardless the high demand of the PhD study, I enjoy the learning process because I know my “why” and I am passionate about research. In tough times, I revisit my “why” and “passion”, and come back stronger.

Salah satu sisi Massey School of Food and Advanced Technology, Palmerston North. Sumber: Dokumentasi pribadi
Salah satu sisi Massey School of Food and Advanced Technology, Palmerston North. Sumber: Dokumentasi pribadi

Dalam pengerjaan riset, self-discipline, perseverance, dan resilience menjadi makanan sehari-hari saya. Berkali-kali saya mengalami kegagalan eksperimen, tapi berkali-kali juga saya bangkit dan berusaha sampai bisa. Sebagai mahasiswa S3, lebih dari 75% keberjalanan riset tergantung attitude kita, karena pembimbing hanya memberi arahan. Pembimbing-pembimbing saya memberikan keleluasaan untuk merancang penelitian dan menulis kerangka publikasi, sambil tetap memberikan masukan yang bermanfaat. Itulah esensi studi S3: mengasah kemampuan riset.

Bekerja di Microbiology lab, salah satu laboratorium di Massey University School of Food and Advanced Technology. Sumber: Dokumentasi pribadi
Bekerja di Microbiology lab, salah satu laboratorium di Massey University School of Food and Advanced Technology. Sumber: Dokumentasi pribadi

Salah satu pembimbing saya berkata, bahwa masa S3 mungkin satu-satunya masa kita bisa “egois” dengan penelitian sendiri, maka manfaatkan kesempatan tersebut semaksimal mungkin untuk menghasilkan penelitian yang berkualitas. So I follow her advice. Lewat proses belajar dan jatuh-bangun selama S3, saya betul-betul merasakan bahwa kapasitas saya sebagai peneliti berkembang eksponensial di berbagai aspek: merancang eksperimen; manajemen waktu, konflik dan sumber daya; menulis; presentasi; dan kepercayaan diri. Tips saya: saat studi S3, bersiap untuk gagal, bersiap juga untuk bangkit kembali – your growth is your responsibility!

 

 

Studying overseas: you are a representative of Indonesia in the international community

Memberikan presentasi di Massey Postgraduate Food Science Symposium 2020. Sumber: Dokumentasi pribadi
Memberikan presentasi di Massey Postgraduate Food Science Symposium 2020. Sumber: Dokumentasi pribadi

Dengan masa studi S3 yang cukup panjang, saya berusaha membawa nama baik Indonesia di sini – baik itu saat berkolaborasi dengan peneliti lain di kampus, mengikuti internal or external research conferences, berorganisasi intra- dan ekstrakampus, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana caranya? Dengan memberikan yang terbaik dalam setiap kesempatan, baik ada reward ataupun tidak, bahkan dalam hal yang kecil. Dengan attitude ini, saya mendapatkan penghargaan di 2 konferensi internasional (Food Structure, Digestion, and Health Conference 2019 dan Institute of Food Technologist (IFT) Virtual Conference 2020).

Di luar riset, saya saat ini dipercaya sebagai presiden dari Riddet Institute Student Society dan junior student representative untuk IFT International Division. Saya juga berpartisipasi aktif dalam pelayanan di gereja lokal. Sibuk? Pastinya, dan dibutuhkan wisdom dalam mengambil tanggung jawab yang ada sesuai dengan kapasitas saya. Saya menemukan sukacita tersendiri ketika saya bisa berkontribusi bagi kemajuan lingkungan di mana saya berada, apalagi ketika membawa identitas sebagai orang Indonesia – agar komunitas internasional memiliki persepsi yang positif tentang orang Indonesia. Bagi saya khususnya di bidang penelitian, karena menurut saya kiprah peneliti Indonesia di kancah internasional masih kurang gaungnya.

Concluding the conversation

So, bagi teman-teman yang mau/sedang studi di luar negeri, I urge you to be a good representative of Indonesia wherever you are, from even the smallest matter. Because if you can be trusted with very little, you can and will be trusted with much. Jadilah wajah-wajah Indonesia yang membanggakan dan mengharumkan nama negara di mancanegara, di bidang apapun yang kalian tekuni saat ini.

Itulah sedikit cerita dari pengalaman studi saya di negeri Kiwi. Keputusan melanjutkan S3 di Massey University, Palmerston North, menjadi pengalaman hidup yang melebihi ekspektasi. Ditambah lagi, saya bisa merasakan penanganan pandemi yang begitu baik dari pemerintah NZ saat ini. Semoga sharing ini bermanfaat dan semangat bagi pembaca, khususnya yang mau mengejar pendidikan doktoral di luar negeri! Berkaca dari pengalaman saya, cerita ini tidak akan ada tanpa plot twists yang saya ceritakan sebelumnya. Kalau pembaca ada yang dalam kondisi plot twists seperti yang saya alami, trust me when you know your why from within (not from what people say), there will always be ways to fulfil your purpose – it will be a sweet plot twist when you do not lose hope and keep striving for the best. Good luck!

***

Editor: Yogi Saputra Mahmud


BAGIKAN
Berita sebelumyaApplying for an Internship in the Netherlands
Berita berikutnyaLessons Learned from My MBA Recruiting Experience
Cita-cita masa kecil saya cukup mainstream: dokter (karena “kata orang”, saya cocok menjadi dokter); bahkan saya sudah mendaftar seleksi kuliah kedokteran saat kelas 3 SMA. Ternyata seminggu kemudian, seleksi mandiri kampus negeri ditiadakan dan digantikan jalur SNMPTN. Lewat jalur SNMPTN, saya berkuliah di Institut Teknologi Bandung, dan mendapat gelar sarjana Teknik Kimia. Saat S1 inilah saya menemukan bahwa passion saya adalah mengajar dan meneliti di bidang pangan (bukannya menjadi dokter seperti “kata orang”), sehingga saya melanjutkan S2 di bidang food engineering di University of Auckland, New Zealand (NZ). Setahun kemudian, saya berkesempatan melanjutkan S3 di bidang Food Science and Technology di Massey University, NZ. Beasiswa S3 ini diberikan oleh the Riddet Institute, yang merupakan satu dari tujuh Centres of Research Excellence (CoRE)1 di NZ, on a competitive basis.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here