Pre-Thesis Writing: Preparing for the Final Battlefield

3
2121

As a Master’s Candidate, your Thesis constitutes the last battlefield of your 1-2 years-long journey. Read Erin’s Thesis preparation story as a former Master’s candidate in Belgium and see what tips she can offer for all of you who are currently struggling or about to juggle with your Thesis.  

img21

Dalam dunia perkuliahan (S2), setelah lulus semua mata kuliah, ada satu langkah besar lagi yang harus dilalui seorang mahasiswa sebelum layak menyandang gelar master. Ya, thesis itu ibarat mahakarya seorang mahasiswa, yang merupakan ujung puncak dari sebuah perjalanan kuliah. Tidak sedikit mahasiswa tertunda kelulusannya karena thesis yang tidak tuntas-tuntas. Maka jika bisa melaluinya dengan baik, tepat waktu dan bermutu, akan menjadi sebuah kepuasan tersendiri.

Maka itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses mengerjakan thesis. Beda di Indonesia, beda lagi di negara-negara lain. Berikut adalah pengalaman saya dalam menempuh perjalanan thesis, saat kuliah master’s degree di jurusan Water Resources Engineering, sebuah interuniversity program di Katholieke Universiteit Leven dan Vrije Universiteit Brussel, Belgia.

Menentukan Topik Thesis

Ini adalah bagian yang penting, dan gampang-gampang sulit. Pengalaman saya, kami disodori semacam booklet berisi ratusan topik thesis yang ditawarkan profesor-profesor. Ada beberapa hal yang saya pertimbangkan sebelum akhirnya mengerucut pada satu pilihan topik thesis.

Yang pertama, tentu saja saya pilih bidang/topik yang saya sukai. Dalam mengerjakan thesis, hampir tidak mungkin segala sesuatunya berjalan sangat lancar tanpa ada kendala dan tantangan. Pastinya akan sangat melelahkan mengerjakan thesis yang topiknya kita tidak terlalu sukai.

Kedua, soal professor pembimbing, ini merupakan hal penting kedua yang amat sangat menunjang. Ada berbagai macam tipe profesor. Pastikan kita sreg dengan profesor pembimbingnya. Boleh juga bertanya kepada senior/alumni yang sudah berpengalaman bekerja dengan profesor tersebut, mengenai kebiasaannya dan hal-hal apa saja yang prinsip dan penting bagi beliau. Tapi saran saya, gunakan intuisimu, karena kecocokan masing-masing orang berbeda. Misalnya, pengalaman saya, dari beberapa senior bilang bahwa profesor pembimbing yang akan saya pilih terkenal susah kasih nilai bagus. Juga saat sidang nanti dia tidak akan ‘membantu’ atau ‘membela’ ketika kita kesulitan menjawab serangan pertanyaan dari penguji lain. Berhubung saya sudah terlanjut cocok dengan topik riset yang sedang dia kerjakan, juga keyakinan bahwa saya akan sanggup mengikuti gaya bimbingan dan arahan beliau, maka saya tetap pilih.

Ketiga, pertimbangkan tools/softwares/skills apa saja yang mesti kita kuasai, dan bagaimana akses untuk mendapatkan data-data yang diperlukan. Jangan sampai thesis tersendat-sendat karena kesulitan mempelajari penggunaan software atau kesulitan dalam mendapatkan data.

Terakhir, daily supervisor. Tidak semua bimbingan thesis ada daily supervisor-nya, yang biasanya merupakan PhD student-nya si profesor. Memang kita tidak bisa memilih. Karena ini sifatnya given. Jika memungkinkan, pilih thesis yang ada daily supervisor-nya. Keuntungannya, mungkin nanti ada kalanya kita menemui kesulitan, misal dalam memahami teori, apa yang harus dikerjakan, dalam penggunaan software, atau dalam mendapatkan data. Supervisor itu bisa menjadi tempat untuk diskusi dan bertanya dengan lebih bebas. Mungkin saja kita sungkan atau malu bertanya kepada profesor tentang hal remeh temeh atau pertanyaan bodoh, atau hal-hal yang sulit kita pahami walau profesor sudah menjelaskan berulang-ulang.

Sebelum thesis dimulai, kita bisa bertanya lebih detail kepada profesor pembimbing dan supervisor, misal potensi kesulitan yang akan ditemui; bagaimana komunikasi dan konsultasi akan dilakukan; referensi literatur; apakah riset tersebut atau yang mirip/sejenis/berkaitan sudah pernah dilakukan sebelumnya; kalau sudah apakah boleh pinjam report-nya, dan sebagainya. Tidak ada salahnya kita mempertimbangkan beberapa calon topik thesis dari 2-3 kandidat profesor pembimbing thesis. Sempatkan untuk berkonsultasi mengenai project/research yang sedang mereka kerjakan. Usahakan untuk mendapatkan gambaran sejelas mungkin mengenai apa yang akan dikerjakan jika kita memilih topik tersebut, supaya tidak salah pilih.

Menyusun Proposal Thesis

Setelah menentukan topik thesis, yang harus dilakukan selanjutnya adalah menyusun proposal thesis yang akan diikuti dengan sidang seminar proposal. Maka penting untuk menemui kembali profesor dan supervisor, untuk berdiskusi lebih dalam mengenai riset yang akan kita kerjakan, yang mencakup minimal: problem statement, riset yang sudah pernah ada yang berhubungan dengan topik thesis kita, general and specific objective, dan lingkup pengerjaan thesis, dan time schedule rencana pelaksanaan. Seminar proposal biasanya hanya dihadiri oleh dewan juri, tanpa profesor pembimbing dan supervisor. Karena ini masih berupa rencana, jadi pertanyaannya relatif umum dan mudah.

Mengerjakan Thesis

Dalam mengerjakan thesis, kita dituntut untuk mengerjakan secara mandiri. Dengan waktu yang cukup panjang (2 semester) serta kendali kebebasan pengaturan waktu dan kemajuan pengerjaan thesis di tangan kita, di satu sisi menguntungkan, tapi di sisi lain bisa menjadi bumerang jika kita tidak disiplin. Mengerjakan thesis itu mirip-mirip lari marathon. Perlu energi besar dalam waktu lumayan panjang, jadi perlu endurance yang tinggi. Delapan bulan efektif yang saya perlukan sejak sidang seminar proposal, mulai dari mengerjakan thesis hingga sidang akhir.

Tentu saja, dalam perjalanannya pasti akan menemukan kendala. Berikut adalah kendala atau hambatan umum yang pernah saya temui dalam mengerjakan thesis:

  1. Memulai

Setelah menentukan topik thesis berikut profesor pembimbing dan melewati sidang proposal, mestinya kita segera diberi setumpuk referensi sebagai bahan bacaan. Pengalaman saya, mulanya sedikit panik begitu membuka satu persatu jurnal tersebut. Sempat terpikir, apa saya tidak salah pilih topik ini, karena terlihat sulit. Yang kemudian saya lakukan adalah segera mempelajari baik melalui bacaan, bertanya kepada teman yang lebih mengerti, atau sering-sering menemui supervisor dan profesor pembimbing untuk berdiskusi. Awalnya terasa sulit, tapi sebenarnya begitu memulai dan masuk ke dalamnya, akan terasa lebih mudah. Otak akan mulai fokus dan terbiasa, bahkan begitu kita mulai menemukan keasyikan mengerjakan thesis, malah merasa nanggung kalau harus berhenti sejenak.

  1. Masalah Teknis

Data yang kurang atau aneh, tools/aplikasi yang sulit dipelajari atau program/model yang tidak jalan merupakan masalah yang biasa terjadi. Pengalaman saya, saya kesulitan dalam mengoperasikan aplikasi bahasa pemrograman Matlab yang merupakan tools utama saya dalam mengerjakan thesis. Bisa dibilang pada awal mengerjakan thesis, kemahiran saya menggunakannya nyaris nol. Namun, daripada pusing sendiri mempelajari manualnya atau merepotkan teman-teman lain yang juga sedang sibuk dengan thesisnya masing-masing, saya meminta tolong kepada supervisor untuk mengajari dasar-dasarnya. Bagi saya, lebih mudah menerima penjelasan secara lisan daripada mempelajari dari membaca manual. Untungnya dia tidak keberatan. Dan dia pun ikut senang ketika pada akhirnya saya bisa menguasai Matlab dengan lancar, bahkan mengetahui fungsi-fungsi lain yang dia tidak diketahui sebelumnya.

  1. Disiplin dan Konsistensi

Lebih baik alokasikan waktu beberapa jam untuk mengerjakan thesis setiap harinya, daripada mengerjakannya selama tiga hari tiga malam lalu off selama satu minggu. Otak memerlukan waktu selama beberapa saat untuk switch dan masuk kembali ke dalam topik jika setelah melalui terlalu lama jeda. Untuk itu diperlukan niat dan motivasi yang kuat. Mengerjakan di tempat di mana banyak mahasiswa juga mengerjakan hal yang sama, seperti ruang belajar di perpustakaan misalnya, akan membantu kita lebih bersemangat.

  1. Masalah Mental 

Merasa sendirian dan kurang mendapat dukungan semangat karena jauh dari keluarga dan sahabat merupakan hambatan psikologis terbesar. Semua hal tersebut dapat membuat kita sensitif dan gampang emosi, bahkan saat menjumpai masalah sepele. Sering-sering berkomunikasi dengan keluarga, dan milikilah sahabat di sana. Selain itu, walau sibuk dengan thesis, usahakan hidup tetap seimbang. Tetap jaga kesehatan fisik dan mental dengan berolah raga, mengkonsumsi makanan bergizi, rutin bersosialisasi, refreshing dan beribadah.

Intinya, hambatan dan kendala akan selalu mengiringi kita. Namun, selama komitmen dan motivasi kita cukup kuat, tentu akan berusaha dengan segala daya dan upaya untuk menemukan solusinya.

Photo provided by author. 

3 KOMENTAR

  1. Penjelasan dari pengalaman yg menarik, klo boleh tahu. Profesor yg susah kasih nilai itu bagaimana pas waktu sidang? Trus dengan waktu yg hampir bersamaan dengan kuliah. Bagaimana cara mengatasi time conflict nya?

    • Baik2 aja.. dia kasih pertanyaan yang ga jauh2 dari apa yg sudah kita kerjakan ko.. Juga ketika saya menjawabnya kurang jelas (karena keterbatasan bahasa Inggris saya) dia malah membantu mengkonfirmasi maksud saya.. Cara mengatasi time conflict tentunya dengan membuat perencanaan jadwal yang baik sejak awal dan disiplin melaksanakannya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here