Memilih ‘M’ yang Tepat Untukmu: Tips memilih program Master

9
12610
Intan's university visit

Setelah menempuh jenjang S1 selama empat tahun, biasanya kita dihadapkan pada beberapa pilihan seperti, melanjutkan studi lebih jauh, mencicipi dunia kerja, atau bahkan tidak punya gambaran sama sekali. Saya sendiri merasakan hal ini ketika baru lulus dari program S1 jurusan Hubungan Internasional di Universitas Padjadjaran. Pilihan-pilihan tersebut seringkali menjadi hal yang dilematis.

Pada akhirnya saya memilih untuk melanjutkan studi di luar negeri. Disaat mulai menjalani keputusan ini,  komentar umum yang sering saya dapatkan sebagai fresh graduate adalah “Oh, kamu pengen jadi dosen atau peneliti ya?”. Padahal persepsi tersebut tidak sepenuhnya benar. Melanjutkan studi ke jenjang Master sebetulnya dapat membuka pandangan dan peluang yang lebih besar untuk karir professional selain bergelut dibidang akademik.

Sebenernya, apapun future plan kita setelah S2 sangat ditentukan oleh pemilihan jurusan dan program. Langkah inilah yang seringkali membuat calon mahasiswa kebingungan. Nah, kebingungan itu sebetulnya akan hilang dan sirna jika kita sudah mengetahui tips dan triknya. Berdasarkan pengalaman pribadi, saya ingin menjabarkannya melalui beberapa poin berikut:

  • 1.    Give yourself a time to think what you really want

Tiap orang punya prioritas dan alasan yang berbeda terkait jurusan yang akan ia ambil untuk program masternya. Pikirkan, apakah passion atau kebutuhan terkait karir masa depan yang menjadi prioritas? Terkadang kedua hal tersebut tidak bisa berjalan beriringan. Sebagai contoh, saya memilih jurusan International Development (ID) atas dasar passion. Keingintahuan saya untuk belajar lebih dalam mengenai permasalahan pembangunan, khususnya Indonesia, adalah faktor utama. Saat itu saya belum memiliki gambaran jelas terkait karir masa depan. Di sisi lain, seseorang bisa saja lebih memilih jurusan management dengan alasan menurutnya bidang ini lebih ‘menjual’ di bursa kerja dibandingkan dengan jurusan terdahulu. Konsultasikan juga hal ini dengan dosen S1 yang dekat dengan anda. Pada akhirnya, ini semua kembali lagi ke pertimbangan pribadi masing-masing. Namun, saran saya, pilihlah sesuatu yang betul-betul disukai, karena perkara ‘opportunity for future career’ itu akan semakin jelas dan terbuka seiring menjalani program S2.

  • 2.    Do some research, ask the seniors, and compare

Jika sudah memiliki gambaran mengenai jurusan yang akan diambil, mulailah menentukan universitas yang menjadi target. Perkara ini pun bukanlah hal yang sederhana. Serupa dengan pemilihan jurusan, masing-masing punya prioritas yang berbeda. Ada yang memilih universitas berdasarkan lokasi (contoh: ingin kuliah di Eropa karena bercita-cita keliling Eropa), berdasarkan budaya (contoh: ketertarikan pada K-Pop menimbulkan keinginan belajar di Korea Selatan), berdasarkan karir (contoh: rekomendasi universitas dari senior yang bekerja di perusahaan yang menjadi target karir kedepan), ranking & prestige (contoh: memilih MIT karena merupakan universitas nomor satu di dunia), atau berdasarkan faktor akademik (contoh: Aberystwyth University kurang popular secara global, namun universitas ini merupakan tempat lahirnya studi Hubungan Internasional). Semua pertimbangan ini sebetulnya sah-sah saja selama calon mahasiswa tahu betul nilai positif-negatif dari semua pilihan yang ada.

Nah, setelah mendapat beberapa pilihan universitas, mulailah membuka website universitas tersebut. Hal ini penting untuk mengerucutkan pilihan universitas/jurusan karena terkait dengan hal-hal berikut:

  1. Fokus jurusan. Tiap universitas menawarkan fokus yang berbeda meski memiliki ‘judul’ yang sama. Saya akan berikan contoh kasus saya dalam memilih jurusan ID. University of Sheffield menawarkan ID yang fokus kepada isu environment dan health. Sedangkan, University of Manchester dan University of Birmingham menawarkan lebih banyak variasi dan spesialisasi ID seperti International Political & Economy, Security, Policy, dan Urban Development.
  2. Jangka waktu. Mayoritas universitas di Inggris menawarkan banyak pilihan master degree untuk jangka waktu satu tahun. Hal ini berbeda dengan negara lain pada umumnya yang menawarkan program dua tahun. Tentunya perbedaan waktu ini memiliki positif dan negatifnya masing-masing. Ada baiknya dipikirkan dan disesuaikan dengan kebutuhan.
  3. Tipe master. Master degree juga memiliki banyak jenis mulai dari master by course, master by research, part-time course, dan distance learning.
  4. Program. Masing-masing universitas menawarkan program dengan keunggulan berbeda. Dalam kasus saya, ID di University of Sheffield menawarkan professional-oriented-program, dimana kami diberikan kelas professional skills agar menjadi lulusan yang siap terjun ke dunia professional setelah lulus (contohnya, bekerja di organisasi internasional). Selain itu, program ini juga dilengkapi dengan international field class (kunjungan ke negara seperti Tanzania atau India) dan placement (semacam internship) guna memperoleh pengalaman langsung melihat masalah pembangunan yang nantinya akan dipaparkan dalam disertasi.

Kebingungan di awal pencarian akan semakin berkurang seiring kita melakukan riset. Beragam perbedaan program dan istilah-istilah terkait master degree akan semakin dimengerti. Kuncinya adalah tidak malas mencari tahu, karena semua informasi yang dibutuhkan sebetulnya sudah ada di internet.

  • 3.    Start looking at the requirements. What do they want from you? Are you eligible or not?

Langkah selanjutnya adalah mulai membuka bagian aplikasi dari universitas pilihan. Sedikit tips, usahakan melamar di beberapa universitas, sehingga tidak hanya bergantung pada satu aplikasi saja. Mulailah mengerjakan satu demi satu persyaratan yang dibutuhkan karena hal itu biasanya akan memakan waktu. Pada umumnya, persyaratan tersebut adalah Letter of Recommendation dari dosen atau atasan, personal statement atau motivation letter, transkrip dan ijazah yang sudah diterjemahkan, IELTS (beberapa universitas memperbolehkan IELTS di-submit di kemudian hari setelah mereka memberikan Conditional Letter of Acceptance), hingga research proposal.  Pastikan untuk memeriksa kembali semua dokumen sebelum di-submit karena kesalahan kecil seperti typo dapat menimbulkan persepsi bahwa calon mahasiswa kurang serius.

  • 4.    Last but not least, pray for the best!

 

Semua proses ini tentunya bukan hal yang mudah serta membutuhkan waktu, niat, dan tekad yang maksimal. Ada banyak orang yang menginginkan kuliah di luar negeri, terlebih lagi dengan semakin banyaknya peluang untuk mendapatkan beasiswa.

Namun keinginan bukanlah sekedar apa yang diucapkan melainkan apa yang dilakukan. Happy hunting!

 

The photo featured in this article belongs to private collection of the author. 

9 KOMENTAR

  1. Hi mba Nadya,
    Saya juga berencana untuk fokus ke ID studies khususnya Gender & poverty.
    Apakah mba tdk keberatan jika saya konsultasi via email??
    Thanks mba.

  2. Halo Nadya, terima kasih sharingnya.. dan yang paling saya tertarik untuk bisa ngobrol sama kamu yaitu waktu liat profil kamu di bawah:

    Interested in food security/sovereignty and agricultural sustainable development issues.

    kamu ambil ini studi ini juga sekarang? kalau nggak keberatan saya boleh email kamu kah?
    Thank you!

  3. mba, saya mau nanya nih. kebetulan saya ambil S1 ga sesuai sama passion saya karna di “paksa” sama ortu ambil itu. Terlebih lagi yang bikin saya bingung univ. tersebut bukan univ yg bonafit (*baca: ga ada yg tau). Saya bingung nih mba jadinya untuk menentukan jurusan S2 apalagi di luar negeri. setelah lulus ada beberapa matkul yg saya sukai, karna kebetulan saya cukup tertarik sama hal2 baru, tapi saya tidak tau sebenernya passion saya dibidang apa. kalau seperti ini kasusnya, kira2 gimana menyelesaikannya ya mba? mohon masukannya

Tinggalkan Balasan ke Frieka Nursari Batal balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here